Jepara - Bantuan Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, mampu meningkatkan kualitas garam menjadi lebih putih dari cara pengolahan konvensional dengan rendemen naik 150% per pekan.
Hal itu disampaikan Kepala Program Studi Magister Teknik Kimia Undip Dr. Mohamad Djaeni kepada detikcom, Senin (22/10/2012).
"Hasil ujicoba demplot pada lahan 200 m2 di Kecamatan Kedung, Jepara, menunjukkan peningkatan kualitas rendemen dari 1 ton menjadi 2,5 ton per pekan dengan produk jauh lebih putih dan bersih, tidak bercampur tanah," ujar Djaeni.
Kecamatan Kedung dikenal sebagai salah satu sentra produksi garam rakyat (garam krosok) di Jawa Tengah dengan total produksi 38.178 ton per tahun. Produksi sebesar ini membutuhkan lahan sekitar 636,30 Ha, dengan produktifitas rata-rata 60 per Ha per tahun dan menyerap tenaga kerja 458 orang.
Dari tinjauan ke lokasi di Koperasi Mina Barokah dan UKM Garam Sumber Barokah terlihat permasalahan sumber daya manusia, manajemen dan teknologi, yang mengakibatkan rendahnya kualitas produk, inefisiensi waktu proses dan biaya tenaga kerja.
Tim Undip tergabung dalam Iptekda LIPI dipimpin Dr Heru Susanto dibantu tim mahasiswa KKN Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM 2012) bimbingan Dr. Djaeni mengimplementasikan teknologi aplikatif pengolahan air laut sebagai bahan baku garam, dilanjutkan proses penguapan dan kristalisasi.
Pada ladang kristalisasi dilakukan modifikasi dengan memasang terpal warna hitam untuk menahan air pekat yang mengandung garam supaya tidak merembes ke dalam tanah, sekaligus berfungsi menyerap sinar matahari, sehingga proses penguapan dan kristalisasi menjadi lebih cepat.
Menurut Djaeni, aplikasi terpal hitam ini merupakan gagasan bersama antara Dr. Heru Susanto, Ir Danny Sutrisnanto, M.Eng dan pimpinan Koperasi Mina Barokah.
Selanjutnya air laut yang sangat keruh dijernihkan dengan teknologi sand filter dan sabut untuk menyaring partikel dan bahan-bahan organik lain, sehingga air laut sudah bersih jernih ketika masuk ke ladang penguapan dan kristalisasi.
Hasilnya, produk garam putih bersih dan tidak perlu pencucian lagi saat akan diiodisasi ataupun dikemas. Dengan harga terpal Rp 20.000/m2 dan harga garam rata-rata Rp 300.000/ton, maka biaya investasi pemasangan terpal akan kembali dalam waktu 10 kali panen (70-100 hari).
"Terpal ini dapat digunakan 5-6 tahun, sehingga keuntungan lebih besar dapat diperoleh. Apalagi jika harga dasar garam rakyat yang ditetapkan pemerintah dapat terealisasi pada musim-musim panen, maka kesejahteraan para petani garam dapat terwujud," papar Djaeni.
Capaian tersebut juga memungkinkan petani garam sayonara dengan masa lalu, dimana kemurnian NaCl di bawah 95% dan warnanya keruh kecoklatan karena bercampur tanah, sehingga produk mereka dihargai cuma Rp 250-Rp 300/kg, jauh di bawah harga patokan pemerintah Rp 550 untuk garam kelas II dan Rp 750 untuk kelas I.
Hasil-hasil tersebut memuaskan berbagai pihak dalam pameran produk Iptekda LIPI dan KKN-PPM di Kecamatan Kedung (20/10/2012), yakni Sekretaris LPPM UNDIP Dr. Wayan Sukarya, Ketua Koperasi, Camat Kedung serta DKP Jepara, dan mereka menyatakan akan melanjutkannya pada musim garam tahun berikutnya.
Pada pameran ini ditampilkan karya dosen, mahasiswa, dan masyarakat, antara lain maket produksi garam secara efisien, pengolahan tanah untuk ladang garam, serta pengolahan air garam secara biologis dengan udang artemia bimbingan ahli teknologi kelautan Ir Gunawan Widi Santoso, MS.
Selain melibatkan 36 mahasiswa KKN-PPM dengan koordinator Panduraksa Dirgantara, program ini juga berkolabirasi dengan Koperasi Mina Barokah pimpinan Mohamad Sohib, tim ahli kimia analisa Ir Nur Rokhati, MT dan Aji Prasetyaningrum, M.Si, serta ahli teknologi kristalisasi garam Ir. Danny Sutrisnanto, M.Eng.
Mahasiswa KKN-PPM dilibatkan dalam implementasi dan penelitian di lapangan, baik pengolahan air, kristalisasi, penggilingan garam, iodisasi, uji kualitas fisik dan kimia garam maupun pengemasan serta pemasarannya.
(es/es)